Seorang ibu dari 2 orang anak yg juga seorang guru. Tertarik pada parenting,pendidikan, bisnis dan

Senin, 20 Juni 2016

Parents VS Teacher atau Parents & Teacher

                                                               Parents VS Teacher atau Parents & Teacher                                                                 
        Tulisan dibawah adalah sebuah status panjang yang saya buat (tentu dengan sedikit perbaikan karena waktu itu saya menulisnya melalui Hp dan sedikit emosi sehingga banyak yang disingkat-singkat) setelah MID test, tepatnya di bulan Maret. Entah mengapa guru yang figurnya dulu disanjung-sanjung sekarang menjadi kambing hitam dari segala perilaku anak. Mengapa saya menshare kembali tulisan ini karena adanya semangat terbarukan di akhir semester ini. Ingin adanya kerjasama antara orang tua dan guru dalam memaksimalkan kemampuan siswa menjadi seorang anak yang berguna bagi diri sendiri, orang lain dan lingkungannya.


'Mendapati segelintir orang yg protes tentang sistem pendidikan. Sistem pendidikan di Indonesia mungkin tidak bisa diubah dalam sekejap mata karena sudah mendarah daging,menteri kita saja butuh waktu yg lama untuk mengubahnya, setelah diubahpun masih harus direvisi lagi setelah diujicobakan. Saya heran mengapa bila terjadi sesuatu yang negatif yang berkaitan dengan perilaku siswa, orang-orang langsung mengeluh dan mengkambinghitamkan pihak sekolah atau guru terhadap perilaku anaknya padahal bukan sekolah satu-satunya faktor yg membuat anak menjadi cerdas.
Beberapa hal yang mempengaruhi kecerdasan ini adalah: 
1. gen, takdir bawaan yang merupakan anugerah dari Tuhan dan  susah diubah . Gen ini sendiri bila tidak dipupuk oleh orang tua maka kemungkinan akan tersembunyi pada diri anak.
2. Ketekunan dan keinginan untuk belajar.
3. Stimulasi dan gizi(sepenuhnya tanggung jawab orang tua sejak anak masih dikandung badan). 
     Pertanyaanya kemudian adalah umur berapa anak anda masuk sekolah dan berapa jam dia di sekolah? Tabiat dan sikap belajar anak adalah bawaan dari pembiasaan yg dilakukan oleh orang tua sejak anak masih kecil, saat anak bersekolah guru membantu siswa sebisanya untuk membuat anak anda  mempersiapkan diri mengahadapi tantangan hidup . Makanya guru (meskipun tidak semua) belajar jumpalitan untuk membuat agar anak bersikap tertib,disiplin,sopan,saling menghargai,kerjasama dan sikap lain yg dibutuhkan memasuki usia kerja. Materi-materi yg bersifat akademik adalah tuntutan dari kurikulum yg tidak bisa dihindari maka guru berusaha membuat anak anda mengerti.  
    Tapi berapa jam sih anak di sekolah sementara pelajaran sehari bisa 3-4 mapel. 1 mata pelajaran diberikan sekitar 1 sesi yaitu sekitar 1 jam 10 menit, kira-kira jika orang tua di pihak guru, apa bisa guru membuat semua anak mengerti satu persatu. Daya tangkap dan fokus anak berbeda-beda ,ada yg butuh pengulangan maka dari itu tugas diberikan agar anak mempertajam pemahaman terhadap materi di sekolah. Ada orang tua yang tidak mau pusing dan mengambil alih mengerjakan tugas yg dirasa berat,lalu saat orang tua melakukan itu maka nilai apa yg sedang anda ajarkan ke anak anda? Kemandirian?tanggung jawab? berbeda sekali dengan apa yang berusaha ditanamkan oleh sekolah.
    Orang tua kadang tidak mau ambil pusing yang penting tugas selesai, kalau sampai di sekolah anak-anak tidak mengerti, tugas guru untuk remedial dan memberi les sampai anak mengerti. Jika sampai anak tidak naik kelas barulah orang tua kalang kabut dan tiba-tiba menyalahkan pihak sekolah.
     Saya agak heran mengapa kesadaran anak untuk membuang sampah sangat kurang bahkan meskipun telah dijanjikan reward, ternyata ini dikarenakan tidak sinkronnya pendidikan di rumah dan di sekolah. Misalnya saja, di sekolah diajarkan untuk membuang sampah di tempatnya sementara orang tuanya memperlihatkan contoh buang sampah sembarangan di tempat umum. Di sekolah anak diajar antri dan bersabar untuk mendapatkan yang diinginkan tapi orang tua suka menyerobot antrian di luar. Di sekolah anak diajari berbicara sopan,lingkungan sekitarnya mengajarkan sebaliknya. 
     Sesungguhnya pendidikan dan pribadi yang kuat berasal dari rumah karena anak lebih banyak di rumah dan meneladani sikap org tua. Anak adalah cerminan org tua. Saat seorang anak sukses maka orang akan lebih dulu menanyakan orang tuanya bukan gurunya. 
Jika anda tidak menyukai sistem pendidikan di suatu tempat dan tidak mampu mengubahnya maka ciptakan sendiri sistem yang anda sukai di lingkungan terdekat anda.  Jika tidak, mungkin anda harus menyekolahkan anak anda di Jepang atau Finlandia. Tapi harus anda ketahui pendidikan terbaik adalah pendidikan dari rumah. Kebanyakan anak yang berperilaku baik adalah karena dasar yang dibangun orang tua sejak masa golden age anak.
      Saya koreksi sedikit  bahwa bukan semata-mata nilai di atas kertas dan rangking di sekolah yg membuat anak menjadi sukses,banyak orang yg dulunya biasa-biasa saja, pernah tinggal kelas atau cenderung sering remedial yg lebih sukses. 
Karena sukses itu akumulasi dari sikap-sikap dan sifat positif bukan kepintaran semata' 27 Maret 2016

Semoga di tahun ajaran depan semua orang tua dapat lebih bekerjasama dengan guru, memperhatikan tugas anak, menginformasikan semua perkembangan anak agar bisa di follow up di sekolah dan yang paling penting menghargai guru yang sejatinya adalah orang tua kedua anak yang hanya manusia biasa yang bisa saja melakukan kesalahan sehingga tidak ada lagi di masa yang akan datang orang tua yang protes tidak melalui hierarki ataupun mempidanakan orang yang sudah susah payah memberikan yang terbaik untuk kebaikan anak mereka. Amin

Tidak ada komentar:

Posting Komentar