Seorang ibu dari 2 orang anak yg juga seorang guru. Tertarik pada parenting,pendidikan, bisnis dan

Selasa, 07 Juni 2016

Rangking 1...Penting gak tuh?



Rangking1. Beberapa hari yang lalu, kening saya berkerut melihat sebuah foto beserta captionnya di sebuah Media social. Dalam hati saya berkata ‘Masih adakah sekolah yang menerapkan system rangking bagi siswa? dan ternyata masih banyaakkk... Postingan itu berisi gambar raport dengan sertifikat ranking anak dan rasa bangga orang tua kepada anaknya atas keberhasilan sang anak meraih rangking tersebut dan ‘mengalahkan’ beberapa anak di kelasnya. Saya kemudian ingat sebuah acara di sebuah stasiun TV swasta dengan jargon 'Pinter gak tuh?' jadi artinya sebagai rangking satu, maka kepintaran kita dipertanyakan. kalau nggak pinter, artinya ada yang salah :)
Sejak kecil anak kita sudah dibiasakan berkompetisi dan menjadi terdepan di bidang akademik. Rasanya bangga sekali jika anak kita meraih peringkat satu di kelas bahkan di sekolahnya. Ini sangat tipikal orang tua jaman dulu yah sebagaimana saya mengingat ekpresi orang tua saya dulu setiap acara pembagian raport.
Sebenarnya setiap anak diciptakan dengan kelebihannya masing-masing, sayangnya system pendidikan kita menitikberatkan penilaian pada bidang kognitif padahal ada begitu banyak jenis kecerdasan yang dimiliki oleh anak.
Anak-anak selalu diimingi hadiah yang besar untuk prestasi akademik yang telah dicapai siswa bahkan menggunakan berbagai cara agar anak tersebut bisa menjadi yang terbaik. Tidak salah memang, siapa sih orang tua yang tidak ingin anaknya pintar dan dipuji oleh orang lain. Tapi apakah kita ingat untuk memberikan reward ketika anak berbuat baik dengan inisiatif sendiri? Dan apakah hal itu menjadi lebih penting daripada membina anak kita menjadi seseorang yang bisa mengalahkan dirinya sendiri dan senantiasa menjadi lebih baik dari sebelumnya? Dengan kata lain kecerdasan Intelektual (IQ) lebih penting daripada kecerdasan emosional (EQ).
Kadang juga orang tua mengikutkan anak pada berbagai lomba. Lomba ini diciptakan untuk mengasah jiwa kompetisi anak yang sebenarnya sudah dimiliki anak bahkan jauh sebelum lahir. Ingatkah kita bahwa setiap anak yang lahir adalah pemenang dari ribuan sel yang berhasil membuahi indung telur?
Kegiatan lomba akan membawa dampak positif jika tujuannya adalah untuk mencari pengalaman dan bersosialisasi sekaligus sebagai sarana pembelajaran tapi jika ada intervensi dari orang tua apalagi jika anak ditekan untuk menang dengan berbagai cara sampai mengorbankan waktu bermain anak, melakukan cara yang tidak sah dan lain sebagainya yang penting anak menjadi pemenang adalah hal yang salah. Ini hanya akan mengajarkan anak menjadi pribadi yang egois, sulit bekerjasama, tidak bisa menerima saran dan nasehat dari orang lain.
Jika ingin mengikutkan anak dalam kegiatan lomba hendaknya berasal dari keinginan anak, orang tua hanya mengarahkan dan memotivasi anak. Jika anak kelihatan bosan dan mulai tidak bersemangat maka orang tua harus mengevaluasi kegiatan anak.
Yang paling penting dalam kompetisi adalah anak diajarkan untuk menerima bahwa kadang kita kalah atau gagal dan harus menerimanya dengan lapang dada karena dalam perjalanan kehidupannya nanti akan ada masa dimana ia tidak bisa mendapat keinginannya. Agar dapat belajar menerima kegagalan, anak perlu untuk menghargai kelebihan dan kekurangan dirinya sendiri dan orang lain. Sudah banyak kejadian sekarang dimana demi sebuah jabatan orang saling sikut untuk mencapainya dan saat sudah di atas bukannya bekerjasama dengan orang lain untuk mencapai kesuksesan atau membantu orang yang ada dibawahnya untuk sukses tapi malah senang jika melihat orang lain susah dan dia selalu menang karena semua orang dianggap saingan, bukan rekan kerja.
Kembali pada system Rangking ini, saat anak-anak merasa bahwa dirinya lebih hebat dari anak lain, mereka menjadi cepat berpuas diri dan menjadi malas mengasah potensi lebih dari diri mereka atau kemungkinan lainnya ia menjadi sombong.

Saya kemudian berandai-andai jika suatu saat acara penamatan yang diberikan penghargaan bukan hanya siswa yang memiliki nilai tertinggi untuk suatu mata pelajaran tapi juga di bidang keterampilan lainnya juga keterampilan social misalnya ‘Siswa yang paling senang menolong teman’, ‘Pemimpin yang bijaksana,’ Pecinta lingkungan’ , ‘Siswa yang paling taat beribadah’, ‘Siswa yang patuh dan taat pada Guru dan Orang tua’. Alangkah Indahnya…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar